Sabtu, 20 Agustus 2011
KORUPSI BUDAYA INDONESIA
Oleh : Aspihani Ideris MH
MEDIA PUBLIK - Korupsi sesungguhnya merupakan sebuah tragedi kemanusiaan yang sudah hampir menjadi budaya bagi pejabat yang memiliki kesempatan untuk berbuat dan seakan-akan sudah mendarah daging, bahkan tidak hanya bagi pejabat republik ini, tapi juga bagi seluruh kalangan masyarakat. Korupsi adalah dehumanisasi yang nyata-nyata telah merusak peradaban kita.
Pejabat di negeri kita ini sudah tidak merasa malu dengan tindakan yang jelas-jelas melanggar hokum ini, yang sepatutnya mereka pelaku korupsi tersebut patut dihukum yang setimpal. Akan tetapi sangat disayangkan aparat hukumnya sekalipun seakan-akan tutup mata menghadapi permasalahan ini. Bagaimana mereka bisa membabat korupsi ini, wong mereka sendiri juga termasuk dalam lingkaran actor korupsi itu?
Pejabat Publik sekarang di Era Repormasi ini sangat pandai bermain Korupsi, Kolusi dan Nefatisme (KKN). Dengan pemanfaatan jabatan sebagai pejabat publik itulah mereka bermain yang begitu rapi dan sangat cantik bertamingkan jabatan yang di emban.
Ada satu cara yang tren-trennya masa kita sebagai jurus taktik korupsi tertata rapi yang dilakukan seorang pejabat publik, yaitu seorang pejabat publik memanfaatkan anak buahnya yang bukan pejabat publik atau yang bukan di angkat melalu SK yang dia buat untuk bermain dengan perintahnya tanpa surat tugas atau tanpa adanya ikatan dinas dari instansi jabatannya. Hal demikian bisa digunakan untuk menghindari dari jeratan hukum apabila pejabat publik tersebut kedapatan atau tertangkap tangan berbuat prilaku korupsi itu.
Dengan cara apa lagi korupsi mesti dibasmi. Vaksin kebal antikorupsi entah ke mana lagi mesti kita cari. Komisi, lembaga, dan satgas yang silih berganti didirikan, peraturan yang silih berganti di undangkan, dan konvensi yang acapkali kita ratifikasi, pun seakan lumpuh tak berdaya, semuanya terlihat bodoh di hadapan virus korupsi.
Jikalah para pejabat public itu diketika mereka mau menduduki jabatannya hanya menggunakan dengan kepintarannya tanpa mengeluarkan uang sepeserpun jua, niscaya para pejabat public tersebut tidak akan lakukan korupsi. Alasannya kenapa? Karena mereka ingin mengembalikan uang yang telah mereka keluarkan sebelumnya itu.
Nah inilah Indonesia… Di era reformasi ini korupsi telah menjadi bagian budaya Indonesia. Korupsi sudah menjadi darah daging bagi pelaku yang mendapatkan kesempatan untuk itu.
Korupsi yang secara etimologis berakar dari corruption (Inggris), korruptie (Belanda), atau corrumpere (Latin), mengandung arti kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, penyuapan, penggelapan, telah sukses mencandui negeri ini.
Secara hiperbolik, meminjam istilah Jawa, korupsi telah menjadi ”sangganing langit pakuning bumi” (penyangga langit dan pasak bumi) yang menopang tegak eksistensi republik ini. Korupsi terjadi kapan saja, di mana saja, menjadi urat nadi negeri ini. Sedangkan kita seolah tak berdaya, bahkan menjelang putus asa menghadapi gempita gurita korupsi.
Kita ingat dulu slogan dari salah satu LSM yang ada di Kalimantan, yaitu LSM Lembaga Kerukunan Masyarakat Kalimantan (LEKEM KALIMANTAN) ketika melakukan orasinya sewaktu memperingati hari anti korupsi, yang berbunyi :
“PEJABAT BERSIH, PEJABAT YANG JUJUR DAN ADIL, MASYARAKAT PASTI MAKMUR”.
Jika slogan di atas benar-benar tercermin untuk diterapkan keseharian tugas para pejabat-pejabat di negeri kita ini, maka hal tersebut merupakan sebuah langkah kedamaian dan kemakmuran bagi negeri kita yang kita cintai ini.***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar